MENGEMBALIKAN EKSISTENSI MAHASISWA




Sebagaimana yang kita ketahui bahwa mahasiswa merupakan tulang punggung suatu bangsa. Dalam panggung sejarah bangsa indonesia, mahasiswa sudah memberikan konstribusi real terhadap kemerdekaan bangsa ini. Mahasiswa juga memiliki peranan penting dalam menentukan nasib suatu bangsa karena ditangan pemudalah, bagaimana dan akan kemana bangsa ini kedepanya. Sebagai penerus bangsa, maka dituntut untuk memiliki wawasan yang luas dan ilmu pengetahuan sebagai alat analisis. Yang tercatat dalam lembar sejarah bangsa indonesia, mahasiswa selalu menjadi pioner terdepan dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Masih maukah kita menorehkan di panggung sejarah sebagaimana orang-orang terdahulu?.

Dalam mengembalikan identitas dan eksistensi mahasiswa sebagai aktor intelektual tentunya semua pihak harus bekerja sama dan saling bahu-membahu dalam mendidik anak bangsa, baik itu pihak pemerintah, kampus, fakultas lebih-lebih mahasiswa itu sendiri. Tugas seorang mahasiswa bukan hanya mendengarkan ataupun melakukan apa saja yang di perintahkan oleh dosenya. Tetapi mahasiswa belajar untuk mandiri untuk memperkaya khanajah keilmuan dalam memperkaya dan memperluas wawasanya, artinya mahasiswa tidak hanya belajar di kelas saja melainkan belajar sendiri secara mandiri (Self Education).karena ilmu yang kita dapatkan dalam kampus hanya 25% dan yang menjadi pertanyaanya adalah 75% nya kemana? yaitu kita cari diluar kampus tentu dengan usaha sendiri baik itu memsuki organisasi internal kampus maupun eksternal kampus.

Sekarang kita hidup dijaman moderen dijaman yang penuh dengan alat-alat canggih, tentunya kita bisa memanfaatkan kecanggihan untuk memperluas wawasan kita. Tetapi apabila dalam diri seseorang tidak ada usaha untuk meningkatkan wawasan keilmuanya walaupun alat secanggih apapun tidak akan mungkin cita-cita dapat tercapai.

Dalam memperluas wawasan sebenarnya banyak yang bisa kita manfaatkan contohnya perpustakaan. Kita bisa memanfaatkan perpustakaan untuk mengembangkan pengetahuan kita, tetapi sekarang mahasiswa yang masuk dalam perpustakaan dalam satu hari bisa kita hitung. Ini menentukan bahwa minat baca mahasiswa sudah mulai menurun. Bisa kita bandingkan antara perpustakan dan warung-warung, mana lebih banyak pengunjungnya, perpustakaan atau warung-warung? Silahkan  jawab sendiri.

Organisation for Economic Cooperatian and Development (OECD) melakukan tes komprehensif di 41 negara pada tahun 2003 dan 2006 (pertiga tahun) sebagai upaya untuk mengetahui keberadaan budaya membaca atau apakah budaya membaca telah benar-benar hilang atau belum. Salah satu upaya tersebut     dilakukan melalui pengukuran kemampuan reading yang tujuannya untuk peningkatan kualitas sistem pendidikan. Data mengenai posisi Indonesia dalam tes tersebut menurut survey The OECD programme for International Student Assesment (PISA) di bidang reading, pada tahun 2003 menunjukkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 31, dan tahun 2006 dengan urutan yang tak juga berubah.

Dari hasil survei tersebut manunjukan bahwa masyarakat indonesia sudah hampir punah minat bacanya. Kultur yang hampir hilang pada mahasiswa sekarang adalah kultur membaca. Kenapa penulis berani mengatakan hampir hilang karena dari 41 negara Indonesia menempati urutan yang ke 31.
Apabila kita mencoba untuk melihat secara seksama realitas sosial mahasiswa saat ini sungguh jauh dari harapan bangsa, forum-forum diskusi, minat membaca, saling tukar pikiran sudah jarang lagi ditemukan dalam dunia kampus saat ini (tetapi penulis tidak menggeneralisasikan bahwa semua mahasiswa seperti itu) sebenrnya dalam forum-forum diskusi itulah kita bisa mendapatkan ilmu yang banyak, karena berbagai macam pandangan dan pendapat yang dapat kita lihat dan dengarkan dalam forum-forum diskusi.  Marilah kawan-kawan jadilah pemuda harapan bangsa...!


Posting Komentar

0 Komentar